Ibukota – Aktris Nikita Willy membeberkan banyak cara untuk menghadapi anaknya ketika mengalami trauma makan pada rumah.
“Kita semua tahu kalau rute makan itu ada di dalam meja makan, jadi kalau peraturan dalam rumah saya, kita biasa makan dalam meja serta anak di high chair, andai anak mau turun dari kursi, itu artinya proses makan selesai,” kata Nikita di HUT ke-70 IDAI di dalam Jakarta, Sabtu.
Nikita menuturkan anak pertamanya, Isa, sempat mengalami trauma makan usai melakukan perjalanan panjang bersatu kakek kemudian neneknya di dalam Jepang.
Selama berada pada sana, Isa diceritakannya diberikan banyak camilan enak.
Kalau kakek atau neneknya berhasil menyuapi Isa, merekan bahkan menyanyikan sebuah lagu kemudian memuji sang cucu. Alhasil pasca kembali ke tanah air, anaknya terus-menerus menangis setiap duduk di kursi makan.
“Akhirnya anak saya jadi trauma, saya tahu sebab setiap diduduki di high chair, beliau menangis, beliau benci makan,” kata Nikita.
Akhirnya untuk menghilangkan trauma makan pada sang anak, Nikita melakukan reset week, sebuah cara untuk mendekatkan kembali makanan dengan anak selama satu minggu.
Nikita menjelaskan pada waktu yang disebutkan ia kembali mempelajari menu-menu makanan yang digunakan dapat memproduksi Isa tertarik untuk makan.
“Kemudian saya kembali ke jendela makan anak, jadi pasca dua setengah sampai tiga jam itu saya semata-mata kasih makan. Saya tak suruh beliau untuk makan, hanya saja berdiri di dalam sampingnya,” ucapnya.
Nikita mengaku tidaklah memberikan komentar apapun agar sang anak tidak ada semakin trauma, juga fokus menegaskan bahwa Isa makan.
Menurut dia, Isa akan makan pada waktu dirinya merasa lapar sebagaimana manusia pada umumnya.
“Alhamdulillah ini berhasil akibat ia mengikuti rasa laparnya, jadi ketika ia lapar, beliau makan tanpa henti,” kata dia.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Unit Kerja Kerjasama (UKK) Nutrisi serta penyakit Metabolik IDAI DR. Dr. Titis Prawitasari, SpA(K) menyatakan anggota keluarga seperti kakek serta nenek memang benar seringkali secara tidak ada sengaja berperan sebagai distraktor pada waktu makan anak.
Hal ini diperlukan mendapat perhatian lebih banyak melalui penyetoran disiplin dan juga edukasi yang permisif. Selain anggota keluarga, hal lain yang mana dapat mendistraksi anak saat makan adalah gawai dan juga aktivitas warga tua yang diwujudkan di sekitar meja makan.
“Seringkali anak duduk di high chair, kita (orang tua) berkeliling, makanya anak tiada ada contoh. Jadi tidak belaka gadget, tapi penduduk di dalam sekelilingnya dapat mendistraksi, belum kalau tinggal pada pinggir gang ada ucapan telolet, teriakan tukang ketoprak kemudian lain sebagainya,” ujar Titis.
Titis menganjurkan terhadap seluruh ibu yang dimaksud mempunyai anak untuk menjaga dari terjadinya trauma makan lewat konsistensi penerapan pola makan, termasuk lebih tinggi sabar pada mempraktikkannya terhadap anggota keluarga lain.
Selain itu, Titis juga menyarankan supaya waktu makan anak tiada diberikan pada waktu yang mana panjang.
“Pastikan anak itu tidak makan harus dalam belakang, sunyi, senyap. Makan is makan, jadi tidak ada usah panjang-panjang durasinya. Cukup 20-30 menit it’s ok, kalau sudah ada kenyang kita sudahi, nanti kasih lagi begitu beliau lapar,” katanya.
Artikel ini disadur dari Nikita Willy beberkan cara sembuhkan trauma makan pada anak