Ibukota Indonesia – Dokter Spesialis Telinga Hidung Tenggorokan – Kepala Leher (THT-KL) RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Dr. dr. Tri Juda Airlangga, Sp.THTBKL menjelaskan gangguan mental bicara yang tersebut dapat terjadi pada pasien dengan celah lelangit, khususnya pada pasien bayi serta anak-anak kemudian cara meminimalkannya.
“Untuk bicara itu, berbagai aspek yang digunakan terlibat, pertama paru-paru kita bagus nggak, kedua pita suara,” kata Tri di kompetisi wicara daring di Jakarta, Senin.
Di pada pita suara, terdapat bagian yang disebut dengan jaringan resonansi. Biasanya, pasien dengan celah lelangit dapat mengalami masalah bicara ketika jaringan resonansi tiada bekerja dengan semestinya.
“Setelah dari pita suara, ia (suara) naik ke berhadapan dengan lewat tenggorok, dari tenggorok ia melintasi rongga mulut lalu rongga hidung,” kata dokter lulusan Universitas Indonesi itu.
Untuk pasien dengan gangguan mental celah lelangit, ucapannya biasanya itu akan terbuka dari mulut ke hidung, ada celah ke atasnya yang tersebut mengakibatkan suaranya jadi hipernasal.
Hipernasal merupakan bunyi ucapan yang dimaksud diakibatkan oleh udara yang mana terlalu berbagai pergi dari melalui hidung ketika berbicara. Hal ini menyebabkan pasien dengan celah lelangit biasanya tidak ada dapat mengucapkan huruf-huruf tertentu, seperti ‘p’, ‘b’, lalu ‘e’.
Oleh akibat itu, dokter akan melakukan tindakan untuk meminimalkan kemungkinan kesulitan mengomunikasikan pada pasien, khususnya pasien bayi lalu anak-anak.
Dokter akan melakukan prosedur operasi untuk mengurangi komplikasi kebugaran yang tersebut dapat terjadi pada pasien celah lelangit, salah satunya kelainan bicara.
“Setelah dioperasi, tempat lidah harus membaik, tetapi biasanya pernyataan pasien akan mengalami hipernasal juga itu harus kita perhatikan,” kata Tri.
Lebih lanjut, dokter akan menentukan prosedur atau tahapan tambahan setelahnya pasien celah lelangit melakukan operasi agar pasien dapat berbicara dengan tambahan baik.
Salah satunya melakukan terapi wicara untuk mengoptimalkan kemampuan bicara, artikulasi, juga kemampuan pasien pada mengunyah kemudian menelan.
“Setelah kita pastikan velofaringeal (katup otot) baik, kita lihat celahnya sebesar apa, apakah sanggup dijalankan dengan terapi wicara sekadar atau mungkin saja harus tindakan operasi lagi, itu membutuhkan pemeriksaan detail,” kata Tri.
“Biasanya, terapi wicara sanggup dilakukan, juga terapi wicara sebelum operasi celah lelangit juga mampu diwujudkan untuk mengamati perbedaannya,” tutupnya.
Artikel ini disadur dari Ketahui apa itu gangguan bicara pada pasien anak dengan celah lelangit