JAKARTA – Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Hamdan Zoelva menganggap Irman Gusman memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan sengketa pilpres ke MK walaupun belaka sebagai akan datang calon anggota DPD di dalam Pemilihan Umum 2024. Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai telah dilakukan melanggar hukum sebab menghalangi hak warga negara mencalonkan diri ke pemilu.
Hamdan menjelaskan, pada tindakan hukum ini sebenarnya tidak ada ada alasan KPU untuk mencoret nama Irman Gusman dari DCT pemilihan raya DPD dapil Sumatera Barat (Sumbar) di dalam pemilihan raya 2024. “Terbukti pada saat dibawa ke PTUN bahwa pencoretan itu tidaklah sah, dikabulkan PTUN. Dan telah ada perintah dari PTUN untuk mencantumkan nama Irman Gusman ke DCT tapi KPU tiada mau melaksanakannya,” kata Hamdan, Kamis (10/5/2024).
Tidak itu saja, kata Hamdan, PTUN juga membatalkan SK KPU DCT Pemilihan Umum DPD dapil Sumbar lantaran bukan mencantumkan nama Irman. “Dan sebab tak melaksanakan putusan PTUN itu, DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) menjauhkan sanksi teguran keras terhadap seluruh anggota KPU,” ujarnya.
Dari proses-proses itu, menurut Hamdan, pencoretan nama Irman secara nyata menghalang-halangi hak warga negara untuk mencalonkan diri. Dalam persoalan hukum seperti ini, jikalau dikaitkan dengan legal standing Irman Gusman menggugat ke MK, menurut Hamdan, permohonan pemohon banyak yang dimaksud dikabulkan.
“Karena nyata-nyata ada pelanggaran hak warga negara untuk mencalonkan diri. Seperti akan datang calon bupati/wali kota yang tersebut dikabulkan MK,” kata Hamdan.
Dijelaskan, undang-undangnya memang benar berbunyi ‘calon’ tidak ‘bakal calon’, tapi kalau terbukti bahwa pencalonan dihambat KPU, dengan cara-cara bertentangan dengan hukum, maka diberikan hak bagi ‘bakal calon’ unuk menggugat pada MK. “Dan biasanya MK memberikan legal standing, sebab ada pelanggaran hak konstitusional dalam situ,” ujar mantan Ketua MK ini.
Mengenai pemaknaan persinggungan hukuman 5 tahun, Hamdan mengatakan, kesulitan ini sebenarnya sudah ada clear. “Apa pun itu, PTUN sudah ada mengungkapkan jikalau Irman tiada masuk pada lingkup hukuman 5 tahun atau lebih, tapi satu hingga lima tahun, sehingga itu telah jelas sekali PTUN memberikan penafsirannya,” paparnya.
Apa kemungkinan besar belaka sebab satu warga kemudian hasil pemilihan umum DPD dapil Sumbar berubah jadi tidak ada berguna? Menurut Hamdan, pemilihan DPD dapil Sumbar dikerjakan tanpa dasar hukum, sebab SK KPU tentang DCT sudah ada dibatalkan PTUN. “Dibatalkan PTUN sebelum pelaksanaan pencoblosan. KPU menjalankan pemilihan umum dalam sana tanpa ada dasarnya. Harusnya diperbarui dengan mengeluarkan SK KPU yang dimaksud baru. Tapi ini kan tiada diperbarui,” katanya.
Selain itu, meskipun belaka satu orang, kata Hamdan, tetapi masih ada hak konstistusional yang tersebut dilanggar. “Itu tidaklah sanggup diabaikan. Jangan kemudian dihitung ke biaya kemudian sebagainya. Itu hak warga negara yang digunakan dilindungi konstitusi,” ujar Hamdan.
Mantan hakim MK, Maruarar Siahaan menambahkan, Irman miliki hak mengajukan gugatan sebab hasil pilpres DPD dapil Sumbar tiada sah, lantaran DCT yang digunakan telah dibatalkan PTUN Jakarta. “Kalau itu, ada kemungkinan dasarnya untuk memohonkan pemilihan umum ulang DPD dapil Sumbar,” kata Maruarar.
Dijelaskannya, sewaktu DCT Pemilihan Umum DPD yang digunakan digunakan sudah ada bukan sah, maka hasil pemilunya pun tiada sah. “Sehingga logis kan kalau hasil pemilihan umum yang mana tak sah ini menjadi sengketa pemilu,” katanya.
Artikel ini disadur dari Mantan Ketua MK Sebut Irman Gusman Berhak Ajukan Gugatan Pemilu DPD Dapil Sumbar