Berita

Era Pembuktian Unsur Mengakibatkan Kerusakan Perekonomian Negara Dalam Delik Korupsi

75
×

Era Pembuktian Unsur Mengakibatkan Kerusakan Perekonomian Negara Dalam Delik Korupsi

Sebarkan artikel ini
Era Pembuktian Unsur Mengakibatkan Kerusakan Perekonomian Negara Dalam Delik Korupsi

Muh Asri Irwan, SH MH
Praktisi Hukum di Jakarta

PENULIS tertarik mengeksplorasi topik ini didorong sebab berdasarkan pengamatan di praktik penuntutan maupun persidangan terhadap pelaku aktivitas pidana korupsi, sangat minim ditemukan perkara korupsi yang dimaksud diputus oleh pengadilan terbukti bersalah oleh sebab itu merugikan perekonomian negara. Yang lazim adalah putusan bersalah lantaran langkah pidana korupsi yang digunakan merugikan keuangan negara. Kerugian negara pada langkah pidana korupsi pada umumnya semata-mata dimaknai sebagai kerugian keuangan negara semata sedangkan kerugian perekonomian negara seperti diabaikan.

Semenjak diberlakukannya UU Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terlihat bahwa redaksi unsur “Perekonomian negara” sudah ada terlegalisasi didalamnya. Hal ini dapat dilihat pada Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 yakni “dihukum oleh sebab itu aktivitas pidana korupsi ialah: (1) a. barang siapa dengan menghadapi hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau khalayak lain, atau suatu badan, yang secara dengan segera atau tiada segera merugikan keuangan negara serta atau perekonomian negara, atau diketahui atau patut disangka olehnya bahwa perbuatan yang disebutkan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”.

Lalu kemudian terjadi pembaharuan hukum sehingga lahirlah UU Nomor 31 Tahun 1999 kemudian disusul lagi dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor. Meski terdapat pembaharuan beberapa kali tetapi tampak bahwa elemen “merugikan perekenomian negara” tidak ada terdegradasi dari rumusan pasal. Elemen yang dimaksud tertuang pada Pasal 2 dan juga Pasal 3 yang digunakan terus menduetkan kerugian keuangan negara atau kerugian perekonomian negara.

Jadi seolah pasangan elemen ini adalah pasangan sejati kemudian abadi. Menurut pembentuk undang undang pada penjelasannya menentukan bahwa keuangan negara adalah seluruh kekayaan negara pada bentuk apa pun yang mana dipisahkan atau tidak ada dipisahkan, salah satunya pada dalamnya segala bagian kekayaan negara dan juga segala hak lalu kewajiban yang digunakan timbul karena:
a. Berada pada penguasaan, pengurusan serta pertanggungjawaban pejabat negara baik dalam tingkat pusat maupun wilayah dan juga
b. Berada di pengurusan lalu pertanggungjawaban Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum ,dan perusahaan yang digunakan menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara.

Dari konteks yang disebutkan di atas, maka perbuatan “merugikan” secara mudah dapat disebutkan sebagai perbuatan yang dimaksud mengakibatkan berubah menjadi kerugian atau berubah menjadi berkurang sehingga unsur “merugikan keuangan negara” diartikan sebagai bermetamorfosis menjadi ruginya keuangan negara atau berkurangnya keuangan negara.

Perekonomian negara di penjelasan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 adalah keberadaan perekonomian yang disusun sebagai usaha bersatu berdasarkan asas kekeluargaan ataupun bisnis rakyat secara mandiri yang tersebut didasarkan pada kebijaksanaan pemerintah baik di tingkat pusat maupun dalam wilayah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mana bertujuan memberikan manfaat, kemakmuran, dan juga kesejahteraan terhadap seluruh hidup masyarakat. Perekonomian negara salah satunya pula usaha warga secara mandiri yang mana didasarkan pada kebijakan pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan yang mana berlaku. Fungsi pemerintah pada perekonomian digolongkan empat kegiatan yakni alokasi sektor produksi juga barang kemudian jasa untuk pemenuhan kepuasan masyarakat, distribusi pendapatan/transfer penghasilan (income distribution), stabilisasi perekonomian melalui upaya penggabungan kebijakan moneter dan juga kebijakan fiskal serta lainnya, percepatan perkembangan ekonomi.

Dalam praktik peradilan memang sebenarnya relatif sulit untuk membuktikan unsur merugikan perekonomian negara. Sepanjang pengetahuan penulis, putusan terkait unsur merugikan perekonomian negara terdapat referensi sebagaimana pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 1164K/Pid/1985 tanggal 31 Oktober 1986 di perkara Toni Gozal alias Go Tiong Kien dimana Majelis Hakim menyimpulkan bahwa perbuatan terdakwa yang digunakan merancang tanpa hak/tanpa izin yang digunakan berwajib dalam wilayah perairan milik negara sehingga akibat dari perbuatannya negara tiada dapat memanfaatkan lalu mempergunakan sebagian wilayah perairan Ujung Pandang (saat ini Makassar) untuk kepentingan umum adalah perbuatan yang digunakan merugikan perekonomian negara. Adapun pertimbangan Hukum Mahkamah Agung a quo menyebutkan bahwa:
“perbuatan terdakwa yang disebutkan adalah berhadapan dengan hukum, lantaran ia memulai pembangunan diatasnya tanpa hak/tanpa izin yang dimaksud berwajib sebagai akibat dari perbuatannya yang dimaksud sebagian dari wilayah perairan Pelabuhan Ujung Pandang tidaklah dapat digunakan lagi untuk kepentingan umum. Bahwa wilayah perairan yang disebutkan adalah milik negara, sehingga penyelenggaraan daripadanya oleh terdakwa jelas merugikan perekonomian negara”.

Pada awal tahun 2018, jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Nur Alam (NA), mantan Kepala daerah Sulawesi Tenggara yang digunakan telah terjadi melakukan penyalahgunaan wewenang di penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Nikel untuk PT Anugrah Harisma Barakah (PT AHB) pada Pulau Kabaena, Sulawesi Tenggara. Dalam tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum KPK mengakumulasi kerugian yang dimaksud diderita oleh negara akibat perbuatan NA dengan total Rp4,2 triliun yang dimaksud terdiri menghadapi kerugian keuangan negara secara materiil yang mana telah terjadi dibuktikan dengan audit investigatif dari BPKP sebesar Rp1,5 triliun diakumulasi dengan kerugian non-materiil yaitu kerugian perekonomian lingkungan yang dimaksud terdiri dari aspek ekologis, ekonomis, kemudian biaya rehabilitasi lingkungan dengan total Rp2,7 Triliun.

Beranjak dari persoalan hukum ini, seakan kita diingatkan bahwa unsur kerugian negara di tindakan pidana korupsi bukan cuma sebatas kerugian keuangan saja, tetapi juga kerugian perekonomian negara yang tersebut pada perkara ini jaksa penuntut umum memasukkan perhitungan kerugian lingkungan bahkan hingga biaya pemulihan kecacatan tersebut. Penghitungan kerugian dunia usaha lingkungan ini dilaksanakan oleh ahli kehancuran lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB). Mengingat dampak yang mana juga luar biasa dari kerugian perekonomian negara, penegak hukum haruslah mulai memaknai kerugian negara tidak ada sekedar sebagai kerugian keuangan negara sekadar tapi juga kerugian perekonomian negara sebagai perwujudan semangat negara untuk memberantas korupsi.

Artikel ini disadur dari Era Pembuktian Unsur Merugikan Perekonomian Negara Dalam Delik Korupsi