Jakarta – Tan Ek Tjoan, salah satu merek roti legendaris ke Indonesia, mampu bertahan lebih tinggi dari satu abad. Didirikan pada 1920 oleh Tan Ek Tjoan sama-sama sang istri Phoa Kie Nio, merek roti jika Bogor ini berjuang menyesuaikan keinginan roti masyarakat.
Hadi D. Setiawan, suami dari Lydia Cynthia Elia yang digunakan merupakan generasi ketiga Tan Ek Tjoan, menyatakan bahwa merekan melakukan perubahan untuk memenuhi permintaan pelanggan atau konsumen berbeda-beda. Jika dulu Tan Ek Tjoan dibuat untuk memenuhi keperluan warga Belanda yang tersebut tinggal ke Bogor, sekarang roti ini bisa saja dinikmati beragam kalangan masyarakat.
Roti home made
Meski banyak melakukan inovasi, satu hal yang mana tidaklah berubah dari Tan Ek Tjoan adalah cita rasanya yang digunakan khas. Hadi juga Lydia mengungkapkan bahwa tahapan produksi permanen direalisasikan pada rumah atau home made yang direalisasikan setiap hari. Adapun komponen bakunya sebagian besar lokal.
“Roti kami turun-temurun juga dari dulu tidaklah menggunakan pengawet, makanya ketahanan roti kami semata-mata sampai tiga hari. Tapi kami bersyukur, mayoritas konsumen kami pun turun-temurun juga lalu ketika ini makin bertambah konsumen baru. Hal itu ditandakan dengan meningkatnya mitra kami atau tukang grobak roti Tan Ek Tjoan,” kata Hadi serta Lydia, pada saat ditemui Tempo pada toko rotinya ke Jalan Siliwangi, Kota Bogor, Kamis, 18 Juli 2024.
Untuk karyawan, Hadi memaparkan Tan Ek Tjoan memiliki 10-15 pekerja dibagian produksi kemudian 15-20 pekerja untuk di dalam toko dengan sistem shift.
Mitra penjual roti Tan Ek Tjoan dari Bogor (Instagram/@tanektjoanbogor)
100 Mitra Tan Ek Tjoan dalam Jabodetabek
Setiap hari para mitra akan mengorder roti Tan Ek Tjoan ke rumah produksi serta menjualnya dalam pelbagai wilayah di Bogor, Depok, Bekasi, Jakarta, hingga Tangerang. Untuk harga, Lydia memasang harga jual yang digunakan identik mirip baik toko atau grobak.
Saat ini, menurut Lydia, sudah ada ada sekitar 80 hingga 100 mitra yang tersebut berjualan roti Tan Ek Tjoan dalam Jabodetabek. Saat ditanya beberapa grobak mangkal di kawasan elit seperti Menteng hingga TIM, Lydia mengungkapkan itu tak khususkan. Tapi, mitranya sendiri yang mana memilih area penjualannya, tanpa intervensi mereka. Calon mitra baru akan ditanyai area penjualannya. Jika pada wilayah itu telah ada mitra maka izin berubah menjadi mitra bukan akan diberikan.
“Kami tidaklah ambisius memperbanyak mitra, justru kami menjaga mitra yang telah terjalin hingga pada waktu ini lantaran berkat merekalah roti Tan Ek Tjoan ini dikenal warga luas,” kata Hadi.
Banyak Kompetitor
Saat ditanya tentang kompetitor yang mana semakin banyak, Lydia menyatakan tidaklah pernah merasa terganggu atau takut kehilangan pelanggan. Sebab, Tan Ek Tjoan sudah ada mempunyai konsumennya sendiri.
Bahkan, beliau mengklaim dari tahun ke tahun tren pemasaran Tan Ek Tjoan semakin naik juga cakupan pemasarannya bisa jadi tambahan meluas. “Kami bukan merasa miliki kompetitor, akibat niatan kami adalah usaha kemudian saling berbagi rezeki juga membuka lapangan kerja bagi siapa pun seperti mitra kami itu,” ucap Hadi.
Artikel ini disadur dari Tan Ek Tjoan Pertahankan Cita Rasa Roti Rumahan Lebih dari Satu Abad