Berita

Soal Perdagangan Karbon, Senator Filep Sebut Perlunya Kepastian Regulasi bagi Daerah

68
×

Soal Perdagangan Karbon, Senator Filep Sebut Perlunya Kepastian Regulasi bagi Daerah

Sebarkan artikel ini
Soal Perdagangan Karbon, Senator Filep Sebut Perlunya Kepastian Regulasi bagi Daerah

JAKARTA – Isu tentang perdagangan karbon atau carbon trading belakangan semakin sejumlah dibicarakan. Pasalnya, Tanah Air berpeluang besar memanfaatkan perdagangan karbon ini dengan luasnya hutan yang tersebut dimiliki.

Berdasarkan penelusuran, data dari Kementerian Koordinator Lingkup Kemaritiman kemudian Pengembangan Usaha menunjukkan Negara Indonesia mempunyai hutan hujan tropis seluas 125,9 jt hektare (Ha) yang dimaksud mampu menerima emisi karbon sebesar 25,18 miliar ton.

Sedangkan, hutan mangrove mencapai 3,31 jt hektare yang mana mampu mengakomodasi emisi karbon sekitar 33 miliar karbon dan juga lahan gambut dengan area 7,5 jt hektare yang mana mampu menerima emisi karbon mencapai sekitar 55 miliar ton.

Total emisi karbon yang digunakan mampu diserap Tanah Air kurang lebih besar sebesar 113,18 gigaton, dan juga jikalau pemerintah Nusantara dapat mengirimkan kredit karbon dengan tarif USD5 di lingkungan ekonomi karbon, maka peluang pendapatan Tanah Air mencapai USD565,9 miliar atau setara dengan Rp8.000 triliun.

Senator Papua Barat, Filep Wamafma menyampaikan prospek perdagangan karbon sudah ada semestinya disertai dengan regulasi yang tepat, utamanya mengenai kewenangan daerah.

Misalnya, Provinsi Papua Barat hanya ketika masih digabung dengan Papua Barat Daya dengan luas sekitar 9.730.550 Ha mempunyai luas hutan 8,810.248 Ha (89,88%) kemudian non hutan seluas 991.890 (10.20%), sedangkan hutan rawa seluas 746.924 ha (7,62%).

Analisis peta tutupan lahan Kementerian Lingkungan Hidup serta Kehutanan 1990-2017 menunjukkan total luas hutan rawa di Provinsi Papua Barat pada tahun 1990 seluas 748.317 Ha terdiri dari Hutan Rawa Primer (HRP) seluas 688.054 Ha, kemudian Hutan Rawa Sekunder (HRS) seluas 60.263 Ha.

“Dari analisis terhadap hutan rawa saja, dapat diketahui bahwa stok karbon hutan rawa Provinsi Papua Barat berdasarkan factor emisi KLHK selama 27 tahun periode 1997-2017 sebesar 801.463.291 ton C terdiri dari 92% HRP lalu HRS 8%. Di sinilah peluang perdagangan karbon berubah menjadi semakin nyata,” ujar Senator Filep, Hari Jumat (10/5/2024).

Filep menyebutkan, beberapa jumlah dasar hukum terkait perdagangan karbon di rangka mengempiskan emisi, yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 tentang Pengesahan Kyoto Protocol to the United Nations Framework Convention on Climate Change (Protokol Kyoto berhadapan dengan Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-bangsa Tentang Perubahan Iklim) (UU Nomor 17/2004).

Kemudian Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana terakhir diubah oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Penguraian serta Penguasaan Industri Keuangan (UU OJK);

Artikel ini disadur dari Soal Perdagangan Karbon, Senator Filep Sebut Perlunya Kepastian Regulasi bagi Daerah