Ekonomi Bisnis

Rupiah KO ke Rp16.200, Sri Mulyani: Negara Tetangga Ada yang digunakan Lebih Parah

65
×

Rupiah KO ke Rp16.200, Sri Mulyani: Negara Tetangga Ada yang digunakan Lebih Parah

Sebarkan artikel ini
Rupiah KO ke Rp16.200, Sri Mulyani: Negara Tetangga Ada yang dimaksud digunakan Lebih Parah

JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengugkapkan penurunan dari nilai tukar rupiah terbentuk juga dalam seluruh nilai tukar dari bermacam dunia. Hal itu sebab indeks dolar mengalami penguatan dalam 4,5%. Artinya, mata uang lain mengalami koreksi, Indonesi di hal ini depresiasi 5,7% secara ytd.

“Negara-negara sekitar kita serta pada emerging country G20 ada di situasi mirip, ada yang tersebut tambahan parah tergantung dari pondasi dan juga status kegiatan ekonomi masing-masing,” ujar Menkeu pada konferensi pers APBN KITA Edisi April 2024, Hari Jumat (26/4/2024).

Secara rinci, Menkeu menjelaskan mata uang lain yang tersebut depresiasi seperti Baht Thailand yang dimaksud mengalami koreksi 8,56%, Won Korea Selatan koreksi di 6,31% kemudian Turki mengalami penurunan 10,4%, dan juga Brazil di dalam 5,06%, Vietnam 4,7%, Afrika Selatan 4,7%, Filipina 3,9%.

“Jadi pergerakan nilai tukar ini dirasakan juga dibahas di dalam pada meeting kemarin, kecenderungan terjadinya capital outflow, koreksi nilai tukar, biaya saham, serta yield dari surat berharga bermetamorfosis menjadi fokus dari pembahasan menteri keuangan lalu gubernur bank sentral di G20 maupun perjumpaan IMF minggu lalu,” jelasnya.

Menurut Sri Mulyani, setiap negara harus mulai melakukan adjustment dengan dinamika market yang tersebut cukup tinggi. “Semua cenderung hati-hati, semua cenderung untuk memitigasi risiko dari pergerakan global tersebut,” katanya.

Secara rinci, indeks dolar Negeri Paman Sam menguat, nilai tukar rupiah mengalami depresiasi sejak awal tahun pada 5,37% secara ytd.
Hingga siang ini, nilai tukar rupiah berpindah di Rp16.210 per dolar AS. Rupiah hari ini dibuka pada level Rp16.205.

Artikel ini disadur dari Rupiah KO ke Rp16.200, Sri Mulyani: Negara Tetangga Ada yang Lebih Parah