JAKARTA – Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa menyampaikan pidato kunci di Pertemuan Taraf Tinggi (KTT) ke-10 World Water Pertemuan (WWF) di dalam Bali, Mingguan (10/5/2024). Dalam pidatonya, Suharso mengumumkan konsep dunia usaha biru sebagai solusi menghadapi berubah-ubah krisis yang tersebut sedang dihadapi bumi.
“Ekonomi biru berfungsi sebagai respons terhadap tiga krisis, yaitu pembaharuan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, polusi, serta limbah,” kata Suharso Monoarfa pada keterangannya, Awal Minggu (20/5/2024).
Suharso optimistis penerapan konsep kegiatan ekonomi biru secara global akan berhasil, sebab 70% planet tertutup oleh air. Menurutnya, hal yang disebutkan diperkuat dengan hasil pengamatan OECD, yang tersebut memprediksi nilai tambah dari sektor ekonomi biru pada 2030 sebesar USD3 triliun.
“Masih menurut laporan OECD, apabila kebijakan dan juga pembangunan ekonomi direalisasikan dengan tepat, dunia usaha laut juga dapat menggandakan kontribusinya pada tahun 2030,” katanya.
Selain itu, Suharso Monoarfa juga memaparkan sejurlah sektor dunia usaha biru yang mana sedang tumbuh ketika ini, seperti energi angin lepas pantai, akuakultur, lalu bioteknologi kelautan. Sektor-sektor yang dimaksud dapat menyokong peningkatan dunia usaha serta menciptakan 12 jt lapangan kerja pada 2030.
“Ekonomi juga berisiko mengempiskan gas rumah kaca serta menciptakan penanaman modal berkelanjutan senilai USD15,5 triliun,” katanya.
Berbeda dengan laporan OECD pada peluang ekonomi biru, UNCTAD menyoroti sektor pertanian rumput laut untuk menggantikan fungsi plastik sebagai sektor yang digunakan menjanjikan.
“Pasar global untuk rumput laut telah lama meningkat tiga kali lipat di dua dekade dari USD4,5 miliar pada tahun 2000 berubah menjadi USD16,5 miliar pada tahun 2020,” katanya.
Artikel ini disadur dari Menteri Suharso Sebut Ekonomi Biru sebagai Sumber Pertumbuhan Baru Menjanjikan