Palembang – Kedai kopi memang benar tak pernah habis dengan ide dan juga konsep untuk mengejutkan perhatian pengunjung. Salah satunya, kedai kopi Agam Pisan, yang mana menggunakan bekas bangunan gudang kopi tua bergaya tempo dulu. Lokasi ini di antaranya hidden gem yang tersebut berada di dalam pinggiran Sungai Musi, Perkotaan Paembang.
Diketahui, gudang itu terletak ke kawasan 13 Ilir Perkotaan Palembang yang tersebut telah lama dibangun sejak 1960, atau hampir berusia 70 tahun. Kawasan 13 Ilir juga dikenal sebagai Pusat Perkotaan Palembang dulu, juga juga dikenal sebagai kawasan perdagangan jalur air sejak Kerajaan Sriwijaya masih berdiri. Sebab itu, Palembang juga mendapatkan julukan sebagai Venice of The East atau Vanesia dari Timur.
Pemilik Agam Pisan Coffee, Iyan Muhazan menjelaskan alasannya, mengapa memilih tempat yang terbilang tersembunyi ke berada dalam hiruk-pikuk Perkotaan Palembang. Menurutnya, historis yang dimaksud ada di dalam kedainya itu, menghasilkan pengunjung akan bernostalgia. Sebab, ambience-nya seperti berada di dalam zaman Palembang tempo dulu.
“Kita tahu, kedai kopi dalam Palembang cukup menjamur. Hal yang digunakan paling utama yang dimaksud kita pikirkan adalah, bagaimana menyajikan kopi dengan cara yang berbeda. Makanya kita pikir ini adalah paket komplit,” kata Iyan, untuk Tempo pada waktu ditemui pada Sabtu, 6 Juli 2024.
Jika dilihat, kedai kopi ini mempunyai tiga sekat. Di area depan, ada sebuah dinding tua yang tersebut dijadikan sebagai parkiran dan juga pintu masuk. Pengunjung juga akan segera disuguhkan dengan ornamen-ornamen tua, seperti pintu plat besi yang digunakan sudah ada berkarat yang tersebut menambah kesan klasik, ditambah dengan kursi kemudian meja.
Suasana Kedai Kopi Agam Pisan yang mana menggunakan bekas gudang kopi yang berusia hampir 70 tahun ke kawasan 13 Ilir Daerah Perkotaan Palembang. Sabtu, 6 Juli 2024. TEMPO/Yuni Rahmawati
Tak banyak yang tersebut berubah kata Iyan, mulai dari dinding kemudian pintu-pintu yang mana memang benar telah ada sejak sebelum digunakan sebagai kedai. Hanya saja, ada penambahan seperti dapur, bar serta juga tempat duduk yang tersebut dibuat dari batu-batu.
“Dari kita datang kesini, kita memang benar ingin mempertahankan bangunan ini, dengan sedikit penambahan juga pemeliharaan,” kata Iyan.
Menariknya, ke dinding-dinding kedai itu, terdapat mural-mural berwarna merah, putih lalu juga hitam. Tulisannya juga cukup unik, yaitu “Jaga Sungai Bersama”, “Kopi Sumatera Mendunia” juga tulisan lainnya yang digunakan berisi tentang kampanye lingkungan yang digunakan memproduksi kedai ini tak hanya saja klasik tapi juga instagramable.
“Mural ini juga sengaja kita buat, agar pengunjung yang mana datang kesini bukan cuma menikmati kopi saja, tapi juga terdistraksi untuk sama-sama mempertahankan lingkungan, khususnya sungai ya, akibat kita berdampingan dengan Sungai Musi,” jelas dia.
Penggunaan historis ini kata Iyan, menjadi daya tarik dan juga berkah tersendiri. Sebab, sebelumnya Iyan pernah membuka kedai kopi dalam Pasar Tradisional 16 Ilir. Kedai itu mampu menawan anak-anak muda untuk kembali ke pangsa tradisional serta meraih penghargaan sebagai Kedai Kopi Terlaris pada Festival Sriwijaya pada 2017 lalu.
Namun, kedainya terpaksa pindah akibat alasan revitalisasi bangunan. Dia pun sedikit kecewa dengan aturan pemerintah setempat. Sebab menurutnya, kepda kopinya menciptakan kawasan yang disebutkan berubah jadi padat dikunjungi anak-anak muda.
“Kita disana juga ga sendirian, ada kedai kopi juga yang tersebut mengungkap setelahnya tahu kalau ngopi dalam lingkungan ekonomi juga asik. Karena kita tahu, bangunan Pasar 16 Ilir juga salah satunya bangunan sejarah yang digunakan harusnya diketahui oleh sejumlah anak muda,” kata dia.
Hingga akhirnya, Duta Kopi Nusantara 2019 itu membuka kedai dengan area barunya, yang tersebut telah berjalan hampir satu tahun. Diketahui, bidang usaha kopinya itu sudah ada ditekuni sejak 2015 lalu. Kini hampir masuk tahun ke-10, telah dilakukan mempunyai cabang kedua di pinggrian kawasan Musi Icon, yang tersebut merupakan sebuah kedai kopi terapung di dalam Palembang.
Suasana Kedai Kopi Agam Pisan yang dimaksud menggunakan bekas gudang kopi yang berusia hampir 70 tahun di dalam kawasan 13 Ilir Pusat Kota Palembang. Sabtu, 6 Juli 2024. TEMPO/Yuni Rahmawati
Tak hanya sekali apik memilih tempat-tempat bersejarah untuk menuntun anak muda, ia juga memiliki dua acara pada program bulanannya, yaitu Ngopi di dalam Ketek (Perahu) juga Musik Tepi Sungai. Konsepnya juga cukup unik, untuk Ngopi pada Ketek bekerjasama dengan komunitas guide lokal, yang dimaksud akan menuntun wisatawan untuk mengelilingi Sungai Musi dengan konsep sambil ngopi.
“Kalau Ngopi dalam Ketek itu kita sajikan untuk wisatawan lokal dan juga juga dari luar kota. Jadi satu bulan sekali atau mungkin saja bisa saja juga pada satu bulan tambahan dari satu kali. Nanti, kita ngopi sambil cerita sejarah kemudian wisata,” katanya.
Kalau Musik Tepi Sungai adalah wadah bagi band juga pemusik indie di Sumatera Selatan untuk menampilkan karya-karyanya. Konsepnya sendiri hampir serupa dengan Ngopi d Ketek, dengan jadwal program satu bulan sekali. “Kita akan segera buat mini konser di dalam tepian sungai untuk memfasilitasi teman-teman musik indie di Sumsel,” kataya.
Iyan berharap, nantinya Agam Pisan bisa saja berubah jadi sebuah wadah kreativitas bagi anak-anak muda di dalam Sumsel, khususnya Palembang. Dan juga menjadikan Agam Pisan sebagai pusat pemeberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah atau UMKM.
“Harapannya Agam Pisan nantinya bisa saja dikenal sebagai Blok M nya Palembang. Karena disana kan sejumlah memberdayakan UMKM, tak lepas juga menjadi tempat kreativitas anak muda juga,” kata Iyan.
Harga Kopi Naik, Kedai Kopi dalam Palembang Hal ini Padukan Kopi lalu Rempah-rempah
Artikel ini disadur dari Menilik Kedai Kopi di Palembang yang Berdayakan Bekas Gudang Kopi Berusia Hampir 70 Tahun