Lifestyle

Cerita Puro Pakualaman Ciptakan Batik Dari Inspirasi Naskah Kuno Berusia Bermacam-macam Tahun

60
×

Cerita Puro Pakualaman Ciptakan Batik Dari Inspirasi Naskah Kuno Berusia Bermacam-macam Tahun

Sebarkan artikel ini

Yogyakarta – Keraton Kadipaten Puro Pakualaman Yogyakarta sampai hari ini tak henti terus menciptakan motif-motif batik khas sebagai upaya pelestarian. Sebagian batik yang mana diciptakan Pura Pakualaman itu terinspirasi dari naskah kuno yang dimaksud usianya banyak tahun.

“Batik yang digunakan kami ciptakan terinspirasi dari manuskrip kuno yang mana tersimpan ke Widyapustaka, Perpustakaan Pakualaman Yogyakarta,” kata Gusti Kanjeng Bendara Raden Ayu Adipati (GKBRAA) Paku Alam di sela pengenalan buku Batik Pakualaman: Antara Tradisi, Sastra juga Wastra pada Pakualaman, Yogyakarta, Kamis 4 Juli 2024.

Bukan tanpa alasan Gusti Putri, sapaan, GKBRAA Paku Alam, mengambil inspirasi motif batik dari manuskrip kuno Pakualaman yang mana telah berusia banyak tahun itu. Naskah-naskah kuno Pakualaman yang disebutkan juga bukanlah cetakan atau print. Namun semua ditulis tangan serta setiap gambarnya juga digambar manual tangan. Salah satu keistimewaan manuskrip itu tak lain keberadaan aneka gambar yang tersebut menyertai teksnya. 

Naskah kuno pada Pakualaman ini umumnya berusia 200 tahun. Setiap lembar naskah itu digambar dengan sangat baik kemudian miliki filosofi luar biasa. “Sehingga kami pun berniat mengalihwahanakan gambar-gambar dari manuskrip kuno itu ke wastra batik,” tutur perempuan yang dimaksud sejak kecil bertambah besar dalam keluarga yang digunakan suka membatik dalam Batang, Pekalongan Jawa Tengah itu.

Untuk mengintepretasikannya ke media batik, kata Gusti Putri, tidaklah dapat sembarangan. Mengingat naskah naskah itu di dalamnya mengandung sejarah juga nilai nilai kebijaksanaan yang tersebut diturunkan generasi ke generasi Pakualaman. “Kami jelas tiada bisa saja melakukan kegiatan membatik sesuai keinginan saya,” kata dia. 

Gusti Putri pun lantas bersatu pasukan perpustakaan serta grup pembatik bekerjasama mulai memproduksi Batik Pakualaman. Tak hanya sekali itu. Gusti Putri mengemukakan juga ada laku prihatin yang digunakan harus dilaksanakan sebelum menerjemahkan manusrip itu pada media batik. Seperti menep, hening dulu, untuk melakukan giat membatik dari naskah berubah menjadi batik.

Diakuinya, untuk menjadikan satu lembar kain batik itu tidaklah mudah. Terutama pada waktu memikirkan gambar apa yang dimaksud akan dibuat batik. Karena tidak ada semua iluminasi yang mana ada dalam naskah sanggup dibatik. 

Proses menerjemahkan naskah kuno ke media batik selama ini dilaksanakan dengan memanfaatkan Bangsal Batikan, sebuah area khusus di komplek Puro Pakualaman Yogya untuk membatik. Semua langkah-langkah itu lantas dibukukan sebagai komponen dokumentasi sekaligus referensi pembelajaran para pecinta batik.

Batik Puro Pakualaman yang digunakan dibuat terinspirasi naskah kuno leluhur. Dok. Istimewa

Sejumlah kain-kain Batik Pakualaman yang sudah selesai dibuat itu pun turut ditampilkan di peragaan. Di antaranya Batik Sestra Lukita, Batik Indra Widagda, Batik Yama Linapsuh. Batik Surya Mulyarjo, Batik Bayu Krastala, Batik Wisnu Mamuja, Batik Brama Sembada, Batik Baruna Wicaksana kemudian Batik Asthabrata Jangkep. 

Batik-batik ini adalah sebagian kecil dari 120 Batik Pakualaman yang sudah dibuat. Motif batik Indra Widagda terinspirasi dari renggan tentang Bhatara Indra pada Ajaran Asthabrata. Dalam Asthabrata versi Pakualaman, Dewa Indra adalah dewa ilmu pengetahuan. Seorang pemimpin dituntut untuk cerdik cendekia kemudian bermetamorfosis menjadi tempat bertanya bagi rakyatnya.

Ilmu pengetahuan digambarkan pada gambar bulu angsa yang pada jaman dahulu berubah jadi pena atau alat tulis, tertancap pada bola dunia, juga deskripsi kitab sebagai lambang ilmu pengetahuan. 

Batik Indra Widagda berubah menjadi tema utama di Dhaup Ageng Bendara Pangeran Haryo Kusumo Kunto Nugroho, putra ke-2 Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Paku ALam X. Ada juga Batik Baruna Wicaksana, motif yang dimaksud terinspirasi dari renggan Lung Janggi Milet Tranggana dari naskah Babar Palupyan. 

Batara Baruna di Asthabrata Pakualaman digambarkan sebagai teladan kepemimpinan yang tersebut pandai, bersahaja, serta mampu mengayomi. Untaian sulur serta bunga adalah lambang berlikunya hambatan yang mana harus dihadapi seseorang pemimpin dengan sikap tenang serta  bersahaja, sehingga mengayomi rakyat yang mana dipimpinnya.

Anak-Anak Gandrungi Panahan Tradisional Yogyakarta, Ramaikan Peringatan 212 Tahun Pakualaman

Artikel ini disadur dari Cerita Puro Pakualaman Ciptakan Batik Dari Inspirasi Naskah Kuno Berusia Ratusan Tahun