Jakarta – Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Melchias Marcus Mekeng mencecar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mana laporan keuangannya pada 2023 mendapat penetapan opini wajar dengan pengecualian oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Politikus Golkar itu mengkaji temuan BPK yang disebutkan adalah hal yang dimaksud memalukan.
“Laporan hasil BPK pada 3 Mei yang digunakan menyatakan bahwa OJK itu opininya wajar dengan pengecualian. Ini adalah sangat memalukan,” kata Mekeng, di rapat dengar pendapat dengan DK OJK di dalam Senayan, Rabu, 26 Juni 2024. “Sebuah lembaga negara yang ambil uangnya dari industri, sekarang dengan UU PPSK masuk di rumpun anggaran lalu lembaga yang tersebut mengatur juga mengawasi kena WDP.”
Mekeng mengkritisi temuan BPK yang menyebutkan OJK tak kunjung memproses sewa kompleks dengan nilai mencapai Rupiah 400 miliar. Menurut dia, sikap yang dimaksud adalah bentuk pembiaran terhadap uang yang tersebut ditarik otoritas dari publik.
“Bagaimana kita mau bicara tentang anggaran kompleks saja, tapi ada kebijakan yang bersifat rahasia yang digunakan datanya diminta BPK, tapi tak dikasih pada ketika BPK telah mengambil tindakan baru datang,” ujar Mekeng.
Dalam laporan BPK, kata Mekeng, terdapat indikasi kerugian negara yang artinya harus diproses oleh aparat penegak hukum. Jika OJK tak segera membawanya ke penegak hukum, akan ada pihak yang tersebut mempunya landasan legal juga mengadukan ke penegak hukum mengenai kerugian yang ditimbulkan ke internal OJK.
“Kalau tahun ini tak diselesaikan, saya yakin tahun depan disclaimer. Dan kalau sudah ada disclaimer, tutup ini OJK dikarenakan tak proper,” ujarnya.
Menanggapi itu, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengemukakan pada laporan hasil pemeriksaan BPK itu ada beberapa temuan yang digunakan harus dijawab kemudian ditindaklanjuti oleh pihaknya. Dalam temuan utama, kata dia, asal-mula dari opini WDP dikarenakan temuannya melintasi batas materiality dari treshold anggaran keuangan OJK.
“Ini perihal pembebanan pajak tahun 2022 kemudian insentif dengan menggunakan anggaran 2023. Hal ini secara secara langsung atau tiada merupakan konsekuensi kemudian kemungkinan besar komplikasi,” ujar Mahendra.
Ia menjelaskan, sebelumnya pembebanan suatu biaya seperti insentif serta beban pajak biasa dilaksanakan oleh anggaran sebelumnya. Namun, kata Mahendra, pada hasil dari laporan pemeriksaan 2023 BPK dikatakan bahwa pembebanan dijalankan seperti sebelumnya itu tak lagi sanggup diterima.
“Alasannya OJK tak sanggup melakukan sistem yang mana miring itu tadi. Karena sudah ada ada UU PPSK yang dimaksud mengungkapkan bahwa sejak 2025 akan diwujudkan pembebanan anggaran yang tersebut lurus,” ucap Mahendra. Hal ini penghadapan pertama yang tersebut berlangsung sejak OJK berdiri. Kami akan mendalami lebih lanjut lanjut serta akan memberikan jawaban.”
Artikel ini disadur dari Temuan BPK soal OJK Rugikan Negara Rp 400 Miliar, Politikus Golkar: Sangat Memalukan