Jakarta, CNBC Tanah Air – Mata uang pada seluruh bola ketika ini cenderung tertekan terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Berbagai upaya dijalankan untuk menjaga nilai tukar agar terus stabil. Salah satu yang digunakan dilaksanakan adalah dengan menyebabkan balik dolar Negeri Paman Sam yang digunakan dinikmati eksportir dari mengirimkan barang ke luar negeri.
Dilansir dari Refinitiv, indeks dolar Amerika Serikat (DXY) sepanjang tahun ini (secara year to date/ytd) mengalami penguatan sekitar 4% hingga Selasa (25/6/2024) pukul 11.26 WIB.
Kuatnya Greenback yang tersebut didukung dengan fundamental dan juga perekonomian Amerika Serikat yang masih cukup solid, berdampak signifikan terhadap mata uang lainnya.
Dalam menghadapi tekanan terhadap mata uang, negara (pemerintah maupun bank sentral) hadir untuk merawat agar mata uang dapat kembali stabil. Sebagai contoh apa yang dimaksud terjadi pada Malaysia.
Bank Negara Malaya (BNM) sebagai bank sentralnya bukan menggunakan cadangan devisa (cadev) untuk menstabilkan ringgit, namun menyokong konversi pendapatan devisa yang mana dimiliki oleh perusahaan-perusahaan terkait pemerintah, korporasi, eksportir dan juga penanam modal ke di ringgit.
Dikutip dari todayonline.com, ahli strategi valuta asing senior ke United Overseas Bank, Mr Peter Chia mengungkapkan bahwa kuatnya ringgit berlangsung akibat langkah-langkah dengan yang dilaksanakan BNM untuk menggerakkan konversi pendapatan devisa yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan terkait pemerintah, korporasi, eksportir lalu pemodal ke pada ringgit. Konversi akan dijalankan hingga akhir 2024.
Dengan mengkonversi mata uang asing kembali ke ringgit, permintaan ringgit di dalam bursa valuta asing meningkat, sehingga menyebabkan apresiasi terhadap mata uang lainnya.
Tidak sampai di dalam situ, Kepala strategi valuta asing Maybank, Saktiandi Supaat menyampaikan bahwa prospek jangka menengah ditandai dengan perbaikan kegiatan ekonomi mencakup konsolidasi fiskal serta tujuan lainnya, peningkatan fundamental makro utama, lalu peningkatan arus pariwisata, bermetamorfosis menjadi pendorong ringgit lebih tinggi tangguh menghadapi Greenback.
Dengan mengkonversi mata uang asing kembali ke ringgit maka permintaan ringgit di dalam bursa valuta asing meningkat sehingga menyebabkan apresiasi terhadap mata uang lainnya.
Sementara itu, cara lain melindungi nilai tukar rupiah yakni dengan menyediakan dolar Amerika Serikat yang tersebut cukup pada pada negeri. Salah satunya adalah dengan memohon atau memaksa Devisa Hasil Ekspor (DHE) balik ke pada negeri..
DHE pada dasarnya adalah pendapatan yang mana diperoleh oleh suatu negara dari transaksi jual beli barang juga jasa ke negara lain. Ini adalah satu di antaranya uang yang masuk ke negara yang disebutkan sebagai hasil dari ekspor barang seperti minyak, gas, komoditas manufaktur, atau jasa seperti pariwisata atau layanan konsultasi.
Dengan semakin banyak DHE yang dibawa ke di negeri maka pasokan dolar meningkat. Jika dikonversi maka DHE berperan ganda yakni menciptakan permintaan akan mata uang lokal dan juga menambah pasokan dolar AS.
Peran strategis DHE kemudian menyebabkan berbagai negara mengatur atau malah memaksa agar eksportir mengakibatkan balik DHE agar pasokan dolar Amerika Serikat meningkat.
Sejumlah negara di dunia juga mempraktekkan kontrol devisa demi mempertahankan nilai tukar. Di antaranya adalah:
1. Thailand
Bank sentral Thailand beberapa kali melakukan revisi terhadap rezim devisa mereka. Tidak hanya saja ekspor barang, Negara Gajah Putih juga menerapkan rezim bebas merek terhadap ekspor jasa.
Sejak 2006, Thailand sudah ada memberi batasan terhadap DHE yang tidaklah diharuskan direpatriasi ke baht.
Pada Maret 2021, bank sentral Thailand meninggal batas DHE yang digunakan bukan harus direpatriasi berubah jadi US$1 jt dari sebelumnya US$200.000. Di melawan US$ 1 jt maka DHE harus direpatriasi ke baht.
Repatriasi dilaksanakan paling terlambat 360 hari setelahnya mendapat pembayaran. DHE juga diwajibkan mengendap dan juga baru mampu ditransaksikan lagi setelahnya 360 hari.
2. Argentina
Eksportir wajib merepatriasi DHE ke peso Argentina. Eksportir minyak mentah kemudian gas alam pada masa kini juga wajib melakukan repatriasi 100% DHE mereka. Sebelumnya, Argentina semata-mata mewajibkan repatriasi sebesar 30%.
DHE diharuskan sudah ada masuk ke perbankan lokal paling tidak ada 180 hari sejak ekspor.
3. Turki
Kementerian Keuangan Turki mewajibkan eksportir untuk merepatriasi minimal 80% DHE merek ke mata uang lira. DHE harus sudah ada bisa jadi ditransfer ke bank paling lambat 180 hari pasca ekspor.
4. India
DHE harus masuk ke perbankan pada akun khusus pada perbankan lokal paling lambat sembilan bulan setelahnya ekspor. Untuk ekspor jenis tertentu, DHE harus direpatriasi ke rupee India.
Mulai Juli, India memperbolehkan pembayaran ekspor kemudian impor di mata uang rupee. Langkah yang disebutkan diharapkan bisa jadi menekan pengaplikasian dolar Amerika Serikat (AS) juga memperbanyak pengaplikasian rupee di perdagangan.
5. Myanmar
Sebanyak 65% DHE yang tersebut diterima pada denominasi yuan serta baht harus direpatriasi.Eksportir bisa saja menggunakan 35% sisa DHE mereka. Eksportir hanya sekali diizinkan menggunakan DHE selama 30 hari lalu harus mengirimkan DHE yang mana tak terpakai ke bank berlisensi.
6. Ukraina
Eksportir barang kemudian jasa harus merepatriasi 50% DHE mereka
7. Uzbekistan
Eksportir UMKM harus merepatriasi 25-50% DHE dia untuk ekspor jenis tertentu.
Eksportir wajib merepatriasi DHE merek paling terlambat 15 bulan pasca ekspor
8. Ghana
Semua DHE kecuali emas lalu cokelat harus direpatriasi ke bank Ghana paling terlambat lima hari sejak ekspor.
Lalu Bagaimana dengan DHE Indonesia?
Pemerintah merevisi kebijakan DHE Sumber Daya Alam (SDA) sejak Agustus 2023 melalui Peraturan otoritas Nomor 36 Tahun 2023. Dengan aturan ini, eksportir wajib menempatkan DHE minimal 3 bulan dengan nilai paling kecil 30% dari total nilai ekspor. Namun, bukan ada kewajiban konversi ke rupiah.
Bank Negara Indonesia (BI) mencatatkan data Term Deposit Valuta Eksternal DHE Sumber Daya Alam (SDA) sudah mencapai US$12-12,5 miliar. Kuantitas yang dimaksud merupakan hitungan yang dimaksud dihitung oleh BI per Mei 2024. Realisasi ini sangat jauh dari harapan awal pemerintah.
Menteri Koordinator Sektor Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya menjelaskan prospek besar DHE SDA mencapai US$ 203 miliar. Angka yang dimaksud setara dengan 69,5% dari total ekspor Indonesia.
Sebagai perbandingan, nilai ekspor Nusantara sejak aturan DHE direvisi atau sejak Agustus 2023 hingga Mei 2024 mencapai US$ 215,3 miliar. Bila TD valas DHE yang masuk sekitar US$ 12,5 miliar maka nilai yang dimaksud semata-mata 5,8% dari total ekspor.
“Posisi ketika ini TD Valas DHE ia terus stay di dalam US$12 miliar sampai US$12,5 miliar, artinya itu terus ada di dalam di lingkungan ekonomi domestik kita,” kata Dewan Kepala daerah Senior BI Destry Damayanti di rapat dengan Komisi XI DPR RI, Senin, (24/6/2024).
Destry mengungkapkan BI melakukan evaluasi terhadap DHE SDA setiap 5 bulan sekali. Dari hasil pemantauan bulan Mei, kata dia, tingkat kepatuhan eksportir terhadap keharusan memarkir dolar pada di negeri ini mencapai 93%.
Dari jumlah agregat itu, kata dia, berjumlah 38-42% eksportir telah dilakukan menempatkan dolarnya di bermacam instrumen yang digunakan ada pada perbankan di negeri. “Nah instrumennya ada beberapa, ada yang dimaksud akun khusus di dalam perbankan, ada juga yang digunakan di bentuk Term Deposit ke perbankan, kemudian ada yang digunakan pada TD Valas DHE ke BI,” katanya.
Dalam meningkatkan total DHE Valas, terdapat insentif pajak baru yang dimaksud ditetapkan Presiden Jokowi di PP Nomor 22 Tahun 2024 berbentuk Pajak Penghasilan (PPh) yang bersifat final akan dihitung dengan cara mengalikan tarif Pajak Penghasilan final dengan dasar pengenaan pajak.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
Artikel ini disadur dari Thailand -Turki Berani Paksa Eksportir Tukar Dolar, RI Gimana Nih?