YANGON – Tanggal 1 Februari 2024 berikutnya menandai tiga tahun sejak militer Myanmar menggulingkan pemerintahan yang tersebut dipilih secara demokratis di dalam negara tersebut. Itu juga membuat konflik saudara berdarah yang dimaksud terus mengoyak negara berpenduduk 54 jt pendatang tersebut.
Ini juga akan memakan waktu lebih banyak dari tiga bulan sejak peluncuran Operasi 1027, sebuah serangan besar-besaran yang digunakan dilaksanakan oleh beberapa kelompok bersenjata berjuang melawan junta. Kampanye ini telah lama memberikan sejumlah kerugian yang digunakan belum pernah berlangsung sebelumnya untuk militer serta mendefinisikan ulang perang.
“Ketika kita berbicara tentang keadaan kita pada waktu ini setelahnya tiga tahun, kita sebenarnya berbicara tentang keadaan kita ketika ini tiga bulan setelahnya 1027,” kata Richard Horsey, penasihat senior Myanmar pada International Crisis Group, untuk VOA.
Sejak dimulainya serangan pada 27 Oktober 2024, pasukan oposisi telah dilakukan merebut beberapa kota ke negara bagian Shan, Myanmar timur laut, yang mana berbatasan dengan China, menguasai jalan-jalan utama menuju perbatasan, lalu memaksa banyak tentara junta untuk menyerah.
Militer menanggapinya dengan serangan udara dan juga artileri, namun sejauh ini gagal merebut kembali wilayah yang digunakan hilang. Hal ini semakin menguatkan kelompok pemberontak lain dalam Myanmar untuk menyerang, sehingga menambah kerugian bagi junta.
“Di berubah-ubah wilayah di dalam negara ini, kelompok etnis bersenjata dan juga pasukan perlawanan sudah pernah melakukan serangan sejak tanggal 27 Oktober,” kata Horsey. “Orang-orang mengawasi situasi ini kemudian berkata, ‘Wow, militer Myanmar mempunyai berbagai hal yang dimaksud harus dikerjakan ketika ini serta terlihat sangat lemah,’ sehingga memberikan kepercayaan terhadap kelompok-kelompok ini untuk melakukan serangan.”
5 Alasan Junta Myanmar Kalah di Menghadapi Pemberontakan Etnis
1. Tidak Memiliki Strategi
Foto/AP
Institut Internasional untuk Studi Strategis, sebuah kelompok penelitian dengan syarat Inggris yang digunakan memantau pertempuran tersebut, sudah mencatatkan peningkatan kekerasan sejak bulan Juni, dengan lebih lanjut dari 1.000 insiden pada bulan November dan juga Desember.
Min Zaw Oo, individu asisten dalam Pusat Studi Penting serta Internasional non-pemerintah di dalam Washington, menghabiskan satu bulan berkeliling Myanmar akhir tahun lalu, berbicara dengan komandan batalion junta serta lainnya.
Ia memaparkan terhadap VOA bahwa ia mendapati pihak militer tidak ada siap untuk membalikkan kerugian yang tersebut dialaminya setelahnya beberapa dekade mengalami salah urus.
2. Banyak Tim Pemberontak
Foto/AP
Artikel ini disadur dari 5 Alasan Junta Myanmar Kalah dalam Menghadapi Pemberontakan Etnis